Membebaskan dari Marabahaya dan Kesialan dengan Tradisi Ruwatan


Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur, adalah Tradisi Ruwatan. Ritual penyucian ini berasal dari ajaran Kanjeng Sunan Kalijaga dan dianggap sebagai cara untuk membebaskan diri dari marabahaya dan kesialan.

Makna dan Filosofi Tradisi Ruwatan

Ruwatan berasal dari kata "luwar" yang berarti lepas atau terlepas. Dalam bahasa Jawa, ruwatan juga memiliki arti mengatasi kesusahan batin melalui pertunjukan atau ritual. Tradisi ini umumnya menggunakan media wayang kulit dengan tema cerita Murwakala. Dalam tradisi ini, seorang dalang bertanggung jawab atas kesialan dan kemalangan yang dialami oleh orang yang diruwat, karena orang tersebut dianggap menjadi anak si dalang.

Filosofi dari ruwatan mengandung nilai-nilai penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Salah satunya adalah pentingnya menjaga kesucian jiwa dan raga. Upacara ruwatan melibatkan berbagai tahapan prosesi upacara yang memiliki makna filosofis. Misalnya, prosesi siraman yang menggunakan air dengan kembang kenanga, kembang melati, dan kembang mawar sebagai simbol pembersihan badan agar manusia yang diruwat terbebas dari dosa.

Tradisi ruwatan juga melibatkan penyerahan sarana dan sesaji dengan makna untuk memberikan perlindungan bagi orang yang tergolong sukerta (memiliki nasib buruk). Upacara potong rambut juga memiliki makna filosofis yang mengajarkan untuk memotong dan membuang segala hal yang kotor.

Makna Wayang dalam Ruwatan

Media wayang kulit dalam tradisi ruwatan juga memiliki makna filosofis bagi kehidupan manusia. Kisah-kisah dalam pertunjukan wayang mengandung pesan moral dan kebaikan, sehingga masyarakat Jawa meyakini bahwa tradisi ruwatan dapat membawa kontribusi positif bagi mereka yang menginginkan keselamatan.

Tujuan dan Pelaksanaan Ruwatan

Upacara ruwatan biasanya dilakukan ketika seseorang mengalami kesialan dalam hidupnya, seperti sakit, jauh dari jodoh, atau sulit mencari kehidupan. Ruwatan juga dapat dilakukan oleh orang Jawa yang ingin memperbaiki diri dan membersihkan dosa. Melalui prosesi ruwatan, diharapkan keselamatan dan perlindungan dari segala macam bahaya dapat diperoleh.

Pelaksanaan ruwatan seringkali dilakukan secara bersama-sama dalam lingkup desa, karena melaksanakan pertunjukan wayang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, tradisi ruwatan juga dijadikan ajang pelestarian seni budaya dan adat di wilayah Banyuwangi.

Acara Bersih Desa

Salah satu contoh pelaksanaan tradisi ruwatan adalah acara Bersih Desa yang diadakan di Desa Tegaldlimo, Banyuwangi. Acara ini diselenggarakan sekali setahun dan dihadiri oleh warga setempat. Dalam acara tersebut, Ki dalang Rudy Gareng tampil memukau dengan pertunjukan wayang kulit "Ngruwat Gondo menyan" yang mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal dan pentingnya bersatu dan kompak untuk memajukan desa.

Acara Bersih Desa bukan hanya sebagai sarana hiburan, tetapi juga menjadi ajang pelestarian seni budaya dan adat di wilayah tersebut. Dengan mempertahankan tradisi ruwatan, Desa Tegaldlimo berharap dapat terus maju dan menjadi desa yang damai, sejahtera, dan sentosa.

Tradisi Ruwatan adalah salah satu bentuk upacara atau ritual penyucian yang diwariskan oleh masyarakat Jawa Timur. Makna filosofis dalam tradisi ruwatan mengajarkan pentingnya menjaga kesucian jiwa dan raga, membersihkan diri dari dosa, serta menghadapi kehidupan dengan sikap bijaksana dan berkepribadian luhur. Pelaksanaan tradisi ruwatan, seperti acara Bersih Desa di Tegaldlimo, merupakan upaya pelestarian seni budaya dan adat serta memperkuat kebersamaan dalam memajukan desa.

Post a Comment for "Membebaskan dari Marabahaya dan Kesialan dengan Tradisi Ruwatan"