Perbuatan Khianat pada Keluarga dapat Menghalangi Datangnya Rezeki

BERKHIANAT PADA KELUARGA

Bagi pasangan, kita merupakan wadah atau jalan rezeki. Artinya, rezeki pasangan kita dititipkan kepad. kita untuk kemudian didistribusikan atau dibelanjakan untuk kepentingan keluarga. Dalam konteks ini, kita menjadi tukang pos untuk menyampaikan maksud tersebut.

Di sini kita diuji sejauh mana kita bisa dipercaya atau memiliki sifat amanah. Apakah rezeki yang kita dapatkan benar-benar untuk keluarga, atau justru kita habiskan sendiri, sementara keluarga hanya diberi sedikit atau bahkan tidak diberi sama sekali.

Dalam kehidupan sehari-hari, barangkali kita kerap menyaksikan hal yang demikian. Seorang kepala keluarga bekerja keras, namun ketika mendapatkan gaji. ia justru tidak segera pulang ke rumah untuk menafkahi keluarganya, melainkan pergi ke tempat judi, tempat singsong, dan lain sebagainya. Ia membelanjakan gajinya untuk kesenangan pribadi.

Sementara di dalam rumah, anggota keluarga mengharapkan rezeki itu dan menunggu kepala keluarga mereka pulang dengan selamat. Tetapi ternyata orang yang mereka tunggu membelokkan langkahnya dan justru mengkhianati mereka.

Bisa kita bayangkan, kita adalah orang yang dipercaya di sebuah perusahaan untuk membelanjakan barang-barang kebutuhan perusahaan. Kita diberikan sejumlah uang untuk membeli kebutuhan tersebut. tetapi ternyata kita tidak membeli barang-barang itu.

Uang itu justru kita gunakan untuk bersenang-senang atau membeli kebutuhan pribadi. Tentu saja perusahaan akan sangat kecewa dengan kita. Meskipun tidak memberhentikan kita, perusahaan tersebut tidak akan lagi menaruh kepercayaannya kepada kita.

Ilustrasi itu sama halnya ketika kita dipercaya oleh Allah Swt. untuk dititipi rezeki bagi keluarga, tetapi ternyata kita tidak menyempaikan kepada anggota keluarga. Kita justru mementingkan kesenangan pribadi. Hal ini tentu dapat mengecewakan Sang Pemberi Rezeki. Ketika kita tidak lagi bisa dipercaya sebagai penyampai rezeki, maka sesungguhnya kita juga tidak bisa dipercaya sebagai pemimpin keluarga. Dan ketika kepercayaan itu hilang, kita akan kesulitan dalam mencari rezeki.

Hal yang perlu kita renungkan, yaitu bahwa setiap rezeki yang kita dapatkan bukanlah semata-mata untuk kita. Allah menitipkan rezeki itu kepada kita agar dibagi-bagi kepada yang lain. Dalam konteks ini adalah keluarga.
Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah harta dengan tujuan mengharapkan melihat wajah Allah pada hari kiamat nanti, kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar, hingga makanan yang kamu berikan kepada istrimu. (HR. Bukhari no. 56)
Hadis di atas ditempatkan pada bab "setiap amalan tergantung pada niat". Kita bisa menarik kesimpulan, bahwa sebaiknya suami tidak hanya memandang kerja sebagai sebuah kewajiban, melainkan untuk mencari rida Allah Swt..

Dalam hadis di atas, ada dua hal penting yang harus kita kerjakan terkait rezeki yang kita dapatkan, yaitu menafkahkan rezeki di jalan Allah dan menafkahkannya kepada istri keluarga kita.

Dalam kesempatan lain, Nabi Muhammad saw. juga bersabda, bahwa apa setiap rupiah yang kita berikan kepada istri dan keluarga lebih mulia daripada memberikannya kepada orang lain dengan tujuan apa pun.
Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu, maka pahalanya lebih besar menafkahkan untuk keluarga." (HR. Muslim no. 995)
Menurut hadis di atas, sebelum menafkahkan rezeki kita, sebaiknya kita nafkahi dulu keluarga kita. Sebab, di dalam rezeki itu ada bagian keluarga yang lebih besar.
"Harta yang paling berharga adalah keluarga. Pepatah ini sudah menjadi alasan bagi kita untuk mengutamakan keluarga dalam hal nafkah. Jika kita mengkhianatinya, berarti kita tidak menganggap bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga."

Post a Comment for "Perbuatan Khianat pada Keluarga dapat Menghalangi Datangnya Rezeki"