Penyebab Rezeki Seret dalam Rumah Tangga

Rezeki adalah sesuatu yang ditentukan oleh Allah SWT dan diberikan kepada setiap orang sesuai dengan ketentuan-Nya. Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aliran rezeki dalam rumah tangga, di antaranya:

Kurangnya usaha dan kerja keras: Jika anggota keluarga tidak berusaha untuk mendapatkan rezeki dengan bekerja keras, maka rezeki bisa menjadi seret. Sebaliknya, jika semua anggota keluarga berusaha untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang halal, maka peluang untuk mendapatkan rezeki akan lebih besar.

Tidak menghargai dan bersyukur atas rezeki yang sudah ada: Ketika anggota keluarga tidak bersyukur atas rezeki yang sudah diberikan, hal ini bisa mempengaruhi aliran rezeki di dalam rumah tangga. Sebaliknya, ketika kita bersyukur atas apa yang telah diberikan, maka Allah SWT akan memberikan lebih banyak rezeki.

Tidak berinvestasi dengan benar: Jika keluarga tidak berinvestasi dengan bijak, maka bisa saja mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan tambahan. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan investasi yang tepat dan sesuai dengan kemampuan serta kebutuhan keluarga.

Boros dan tidak bijaksana dalam mengelola keuangan: Jika keluarga tidak bijaksana dalam mengelola keuangan dan terlalu boros dalam pengeluaran, maka bisa saja rezeki menjadi seret. Oleh karena itu, perlu adanya pengelolaan keuangan yang bijaksana, disiplin dalam pengeluaran, dan menjaga keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.

Tidak memperhatikan hak-hak orang lain: Jika keluarga tidak memperhatikan hak-hak orang lain, seperti mengabaikan kewajiban zakat, sedekah, dan memberikan hak-hak pekerja atau anak yatim, maka bisa mempengaruhi aliran rezeki di dalam rumah tangga. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan hak-hak orang lain dan memberikan sedekah secara rutin.

Namun, perlu diingat bahwa rezeki merupakan takdir yang ditentukan oleh Allah SWT, sehingga usaha dan doa yang tulus serta sabar sangatlah penting dalam menjaga dan meningkatkan aliran rezeki.

 Inilah 3 penyebab rezeki seret dalam rumah tangga

MENGGUGAT KEPEMIMPINAN SUAMI

Dalam bermasyarakat, atas nama emansipasi, istri kemudian berhak berbuat semaunya sendiri, sehingga ia merasa bebas. Bahkan istri menuntun lebih dari apa yang bisa diberikan oleh suaminya. Hal ini biasanya berhubungan dengan kemampuan duniawi istri yang mungkin melebihi suaminya. Misalnya gaji istri lebih besar daripada sang suami, istri berasal dari keluarga lebih terpandang dan lebih kaya, pendidikan istri lebih tinggi, dan lain sebagainya.

Dalam kondisi apa pun, istri adalah makmum, dan suami adalah imam. Tidak ada imam yang mengikuti makmum. Apa yang disampaikan oleh makmum kepada imam merupakan usulan atau masukan. Dan sebagai imam yang baik, suami harus bersedia mendengarkan serta menerima masukan itu jika dianggap baik dan tepat.

Sinergitas antara imam dan makmum harus seimbang. Imam harus mengerti tugas dan kewajibannya, sementara makmum harus menghormati dan mengerti tugas serta kewajibannya. Melawan kebijakan imam (suami), apalagi sampai menggugat posisi suami, maka dapat dikatakan istri telah melawan hukum Islam, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt..

Allah Subhanahu Wa Ta'ala befirman:

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًا ۗوَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ 

"Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 228)

Ayat di atas menyampaikan tugas dan kewajiban antara suami dan istri, antara imam dan makmumnya. Keduanya harus berjalan seimbang. Seorang istri memiliki kewajiban dan hak yang seimbang. Artinya, ketika seorang istri memiliki kewajiban untuk menghormati suami, maka keseimbangannya yaitu seorang suami akan menyayangi dan menghargainya. Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangganya.

Hubungannya dengan rezeki yaitu datangnya pembawa rezeki (suami) kedalam keluarga. Ketika pemimpin digugat posisinya, ketika istri merasa lebih berhak, maka sesungguhnya seorang istri telah mengacaukan rezeki keluarganya. Bagaimana tidak, suami tidak akan bisa merasa tenang dalam berkeluarga dan senantiasa diliputi rasa malas, karena ia tidak mendapatkan hak-haknya dalam rumah tangga.

Baca juga: Dasyatnya Surat Yusuf ayat 4 untuk pengasihan dan Pemikat Wanita

Menghormati suami sesungguhnya adalah menghormati pembawa rezeki. Ketika pembawa rezeki kerap mendapatkan gugatan, pembawa rezeki bisa jadi tidak amanah. Kondisi inilah yang akan memperburuk kondisi keuangan keluarga.

MEREMEHKAN KEDUDUKAN ISTRI

Merendahkan istri biasanya terjadi karena faktor kekuasaan dalam keluarga. Seorang suami adalah pemimpin keluarga dan pemberi nafkah. Dengan posisi ini, seorang suami terkadang berlaku tidak adil kepada istrinya.

Sebagai seorang pemimpin, ia kadang memberikan perintah yang semena-mena dan tidak menghargai kerja istri. Sebagai pemberi nafkah, ia merasa berjasa atas jalannya sebuah kehidupan rumah tangga, sehingga merasa berhak untuk dilayani atas sebuah keinginannya.

Pandangan semacam ini jelas tidak bisa dibenarkan. Menjadi seorang pemimpin dan pemberi nafkah adalah kewajiban bagi suami, sehingga tidak bisa dilihat semata-mata sebagai "hero" dalam rumah tangga. Sementara kita tahu, bahwa suami dan istri memiliki peran yang sama beratnya.

Keduanya bagai dua sisi mata uang yang saling terikat. Jika salah satu rusak, maka nilai mata uang tidak akan berlaku. Begitu pula dengan suami istri, jika salah satunya ada yang rusak, maka sebuah keluarga bisa dianggap tidak lagi utuh.

Baca juga: Akibat Tidur Setelah Sholat Subuh

Sebagai pemimpin dan pemberi nafkah, suami seharusnya mengayomi, menyayangi, melindungi, mendengarkan, dan lain sebagainya, dan bukan justru berlaku sebaliknya.

Rasulullah saw. bersabda:

Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya dan saya yang paling baik di antara kalian terhadap istriku. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Hadist di atas memberi pengertian kepada suami bagaimana menjadi pemimpin keluarga yang baik, yaitu membaik-baiki istri dengan caranya masing-masing.

Dalam Alquran, istri digambarkan sebagai sebuah sawah. Sementara suami adalah petaninya. Bisa kita bayangkan, jika seorang petani merawat sawah atau tanahnya dengan baik, maka ia juga dapat menanami dan kemudian memanen hasilnya dengan baik pula. Namun jika sebaliknya, jangankan akan panen, menanam tanaman saja, barangkali tidak akan tumbuh.

Allah Swt. berfirman:

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah [2]: 223)

Analogi tanah pada ayat di atas juga bisa kita artikan sebagai ladang yang mendatangkan rezeki bagi keluarga. Merusak ladang sejatinya adalah merusak telah disediakan untuk kita. Selain itu, pintu rezeki yang suami yang meremehkan dan merendahkan istri, tidak akan mendapatkan dukungan dan doa dari istri yang kemudian justru akan mengurangi keberkahan dalam pekerjaannya.

Baca juga: Pintu Rezeki dari Rumah Tangga

Petani yang baik akan sadar bahwa penghidupannya tergantung pada tanah dan cuaca. Tanah bagi suami adalah istri, dan cuaca adalah berbagai cobaan yang harus dihadapi.

SALING GIBAH

Suami dan istri bukanlah makhluk yang sempurna. Keduanya bukan malaikat yang tidak melakukan kesalahan, dan mereka bukanlah setan yang selalu melakukan salah. Keduanya adalah manusia yang kadang benar dan terkadang salah. Mereka pun masing-masing memiliki kekurangan.

Adanya pernikahan agar keduanya bisa saling menutupi dan melengkapi kekurangan satu sama lain, sehingga mereka mampu membina keluarga yang baik dan harmonis. Tidak saling menjelekkan dan membicarakan keburukan di belakang pasangannya.

Gibah berarti kondisi membicarakan keburukan-keburukan orang lain. Dalam konteks ini, seorang suami dan istri saling membicarakan kejelakan pasangannya di hadapan orang lain. Bisa juga dikatakan, bahwa keduanya saling membuka aib di dalam rumah yang dibawa keluar rumah.

Dari Abu Sa'id al-Kudriy, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di hari kiamat adalah seorang laki-laki (suami) yang bercampur (bersetubuh) dengan istrinya, kemudian membeberkan rahasia istrinya tersebut. (HR. Muslim)

Hadis di atas melarang kita untuk membicarakan hal-hal intim di dalam rumah dibawa keluar rumah. Kadang hal ini tidak disadari oleh banyak orang ketika sedang bercanda dengan seorang temannya. Seperti misalnya, "sudah lama tidak berhubungan," atau "tadi malam berhubungan, dan lagi "semalam menyenangkan, dan lain sebagainya.

Hubungan intim yang dilakukan oleh suami istri harus tetap dijaga dalam kondisi yang intim pula. Namun, kerap kali kita beralasan bahwa "sudah sama-sama dewasa, tidak membicarakan hal begitu," atau itu bukan sesuatu yang tabu lagi." Memang hal itu tidak tabu, tetapi ada konteksnya. Tidak semua kondisi bisa dikatakan sebagai kondisi yang tidak tabu untuk mengungkapkan hal-hal tabu.

Baca juga: Inilah Alasannya, Kenapa Rezeki Seret dan Masalah Datang Bertubi-tubi

Tidak heran rasanya jika Rasulullah saw, mengategorikan orang yang demikian sebagai "manusia paling jelek". Tidak hanya dalam urusan ranjang, aib-aib lainnya yang seharusnya tidak keluar rumah, janganlah pernah dikeluarkan. Hal ini selain dapat mengganggu keharmonisan keluarga, juga akan mendatangkan pandangan yang buruk dari orang lain.

Bahkan, banyak di lingkungan kita yang membuka aib di ruang publik digital atau di media sosial, sehingga semua orang mengetahui apa yang dikatakannya. Misalnya sedang ribut dengan pasangan dan kemudian menjadikannya postingan di akun media sosialnya. Semua orang kemudian mengetahui apa masalahnya. Postingan itu pasti bernada subjektif, mengunggulkan dirinya sendiri dan menjelekkan pasangannya. Sebagian mungkin simpati atas kasus tersebut, namun sebagian lainnya yang lebih banyak, tentu merasa postingan tersebut sebagai sesuatu yang tidak semestinya diungkapkan.

Jika tidak ada kebutuhan untuk mengungkap dalam rumah, seperti mencairkan solusi atas perselisihan, lebih baik tidak perlu diungkapkan. Sebab, pendapat ulama, hal ini merupakan perbuatan haram.

Hubungannya dengan rezeki, yaitu orang-orang prihatin atas cerita aib pasangan Anda itu akan berkurang kepercayaannya kepada Anda. Dengan aib sendiri saja tidak bisa menjaga, apalagi aib klien, aib perusahaan, dan aib-aib lainnya. Dengan demikian, pintu-pintu rezeki akan tertutup bagi Anda.

Baca juga: Waktu Paling Mujarab Agar Doa Mudah Diijabahi 

Seperti aurat, aib harus senantiasa ditutup. Sebab, ketika hal itu dibuka, akan banyak orang yang ingin mengetahuinya. Anda akan menjadi sasaran pergunjingan dan pada akhirnya akan mempermalukan diri Anda sendiri dan keluarga.

Post a Comment for "Penyebab Rezeki Seret dalam Rumah Tangga"